Bela diri tradisional Langga dipelajari siswa SMA/SMK se Provinsi Gorontalo. Ini diantara upaya Dinas Dikbudpora Provinsi Gorontalo dalam menjaga tradisi Gorontalo.

Pemateri, Dr. Hartono Hadjarati mengatakan, seni beladiri tradisional langga ini, lebih pada memperkaya budaya gerak-gerik. Beladiri Langga kata dia, kerap kali dipentaskan dalam upacara penyambutan tamu kebesaran adat di Gorontalo

Beladiri Langga kata Hartono juga, metode yang diciptakan guna mempertahankan diri dari bahaya yang mengancam keselamatan, dan kelangsungan hidup masyarakat.

“Mempertahankan diri bukan membunuh diri, bukan kekerasan tapi lebih kepada menjaga diri kita,” tegas Hartono.

Ia menjelaskan, tradisi ini dimulai dengan ritual pitodu, yang menggambarkan ketika Raja Ilato atau kilat yang disimbolkan sebagai penyebar langga di Gorontalo. Bagi pemula kata Hartono juga, harus melewati tradisi Pitodu sebanyak 7 kali setiap malam Jum’at.

Dia juga menjelaskan, upacara pitodu dan moduhu dengan memotong ayam jantan, ditentukan Lai Lomaluo (warna ayam) oleh sang guru. Tradisi ini, sesuai dengan daerah masing-masing. Di Gorontalo Utara, pelangga harus ayam hutan, di Suwawa ayam kampung harus melihat (Lal) kaki warnanya apa.

Kata Hartono, simbol ayam dalam tradisi ritual ini adalah mopodungga lati Lo maluO. Ayam digambarkan sebagai hewan lincah dan agresif dengan penglihatan yang tajam dari berbagai sisi, dalam keadaan apapun, ayam (maluo) tetap waspada, delo tutuluhu Lo maluO (seperti tidurnya ayam pada malam hari).

“Dalam kepercayaan para tetua-tetua Langga, maluO adalah media penghubung yang tepat,” kata Hartono.

Langga sebagai sebuah fenomena beladiri, terbilang cukup unik, Langga berfungsi sebagai alat atau cara pembelaan diri dengan tangan kosong, tujuan Langga tidak hanya membentuk pelangga mampu membela diri terhadap lawan, namun juga meningkatkan “kesadaran” spritual seorang pelangga terhadap eksistensi dirinya sendiri, sesamanya dan apam semesta,” sambungnya.

Hartono juga menjelaskan, ada aspek-aspek beladiri Langga diantaranya, aspek mental spiritual, aspek budaya, aspek beladiri dan aspek olahraga.

Pertama, aspek mental spiritual Pitodu Langga simbol mopodungga lati Lo maluO, untuk mengembangkan kepribadian dan karakter pe’langga. Para jogugu dan guru Lo Langga jaman dulu, seringkali harus melewati tahapan pitodumo banyango, atau aspek kebatinan lain, untuk mencapai tingkat tertinggi keilmuannya.

Kedua, aspek seni budaya. Budaya dan permainan pontodu raga-ragai, beladiri Langga salah satu aspek yang sangat penting. Meragai pada umumnya kata Hartono, menggambarkan bentuk seni tarian Langga, dengan pakaian tradisional.

Ketiga, aspek beladiri. Untuk menjaga diri (podaha batanga) suatu motivasi untuk meningkatkan kepercayaan dan ketekunan diri, dalam menguasai ilmu beladiri Langga. Istilahnya, popoli/meragai, cenderung menekankan pada aspek kemampuan teknis beladiri Langga.

Keempat, aspek olahraga. Ini aspek fisik dalam beladiri Langga yang penting. Pelangga menurut dia, mencoba menyesuaikan pikiran dengan olah tubuh lewat proses pitodu. Aspek olahraga meliputi pertandingan dan demontrasi bentuk-bentuk popoli/meragai.

“Saat ini disebut he langgalanggawa, para murid le Ilato’ yang diketahui oleh murid-murid Ilato’ sebagai pengalaman mereka ketika dia turun gunung, menebang pohon, dan menyebrang

Share

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Creat by Dinas Komunikasi Informatika dan Statistik Provinsi Gorontalo
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram